Sabtu, 28 Mei 2016

Kultum Romadhon Obat untuk Penyakit Hati

Kultum ramadhan kali ini kita akan membahas masalah tasyfiatun nufus (penyucian jiwa), dimana menjadi sangat penting untuk pribadi-pribadi muslim saat ini. Sehingga kewajiban untuk para da’i menyampaikannya kepada kaum muslimin, apalagi di momen yang tepat di bulan Ramadhan yang Mulia ini. Berikut ini sajiannya:

Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakaatuh,
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن، أَمَّا بَعْدُ
Kaum muslimin yang berbahagia
Syukur Alhamdulillah kita haturkan ke hadhirat Allah, Sang Pemberi petunjuk, Yang menguasai dan mengendalikan seluruh hati manusia. Puji syukur kita haturkan pula kepada Allah, karena dengan rahmat dan hidayahnya, kita bisa merasakan nikmatnya ibadah dan ketaatan kepada-Nya.
Hadhirin yang kami hormati,
Seperti yang kita sadari bersama, umumnya manusia sangat sulit untuk melakukan ibadah kepada Allah. Umumnya manusia sangat malas untuk diajak melakukan ketaatan kepada Sang Pencipta. Mengapa?
Kita semua akan memiliki jawaban yang sama, karena manusia dibekali dengan hawa nafsu. Hanya saja, manusia berbeda-beda. Ada yang hawa nafsunya lebih menguasi dirinya, sehingga dia bergelimang dengan maksiat, namun dia tidak merasa bersalah. Ada yang hati nuraninya lebih mendominasi, sehingga dia menjadi hamba yang taat.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah,
Jika kita perhatikan, sejatinya iman, islam, dan ketaatan kepada Allah adalah sebuah kenikmatan. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa ibadah bisa dirasakan kenikmatannya, diantaranya firman Allah ketika menceritakan salah satu kenikmatan yang Allah berikan kepada para sahabat,
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
Ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauan kalian dalam beberapa urusan benar-benarlah kalian mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kalian ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hati kalian… (QS. Al-Hujurat: 7).
Atas petunjuk Allah ta’ala, Allah jadikan para sahabat manusia yang bisa menikmati lezatnya iman, bahkan Allah jadikan iman itu sesuatu yang indah pada hati para sahabat. Sehingga kecintaan mereka kepada kebaikan, mengalahkan segalanya.
Kemudian dalam hadis dari Abbas bin Abdul Mutahalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ذَاقَ طَعْمَ الْإِيمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
“Akan merasakan nikmatnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabnya, islam sebagai agamanya, dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai rasulnya.” (HR. Muslim, Turmudzi dan yang lainnya).
Dalam hadis di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut tiga kriteria:
  • Orang yang mentauhidkan Allah dengan sepenuhnya, sebagai bukti dia ridha Allah sebagai Rabnya,
  • kemudian dia menjadikan syariat islam sebagai aturan hidupnya, sebagai bukti dia ridha bahwa islam sebagai agamanya
  • dan dia mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hidupnya
orang yang memiliki 3 kriteria ini akan merasakan lezatnya.
Dalam hadis lain, yang mungkin hadis ini sering kita dengar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga hal, siapa yang memilikinya maka dia akan merasakan lezatnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari pada selainnya, dia mencintai seseorang hanya karena Allah, dan dia sangat benci untuk kembali kepada kekufuran, sebagaimana dia benci untuk dilempar ke neraka.” (HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya).
Semua dalil di atas menunjukkan betapa iman, islam, dan segala turunannya, merupakan kenikmatan dan bisa dirasakan lezatnya.
Hadhirin, jamaah yang kami hormati,
Yang menjadi tanda tanya kita, mengapa banyak orang justru merasa berat atau bahkan merasa tersiksa ketika melakukan ketaatan? Bisa jadi, bahkan termasuk kita, seringkali masih menganggap ketaatan itu sesuatu yang sulit bagi kita. Lalu dimanakah nikmatnya iman itu?
Jamaah yang berbahagia,
Sejatinya kasus semacam ini juga dialami oleh fisik manusia. Seperti yang kita pahami, hampir semua orang yang mengalami sakit, dia akan susah makan, dan semua terasa pahit. Selezat apapun jenis makanan yang diberikan, orang sakit akan merasakannya sebagai sesuatu yang pahit. Soto pahit, sate pahit, bahkan sitipun pahit rasanya. Kenapa? Karena dia sedang sakit.
Seperti itu pula, orang yang sedang sakit hati dan mentalnya. Selezat apapun nutrisi yang diberikan, dia akan merasakan pahit dan berusaha menolaknya. Dengan ini kita bisa menemukan jawaban, mengapa banyak orang tidak merasakan nikmatnya iman? Karena kebanyakan manusia, hati dan jiwanya sedang sakit.
Jamaah yang berbahagia,
Untuk bisa mengembalikan pada kondisi normal, tentu kita harus berusaha mengobati penyakit itu. Karena jika sakit ini dibiarkan, selamanya kita tidak bisa merasakan nikmatnya nutrisi dan makanan. Hati sakit yang dibiarkan, selamanya akan sulit untuk menikmati lezatnya iman.
Lalu bagaimana cara mengobati hati?
Imam Ibnul Qoyim, dalam karyanya Ighatsatul Lahafan (1/16 – 17) menjelaskan bahwa ada 3 teori pokok untuk mengobati sesuatu yang sakit. Teori ini juga digunakan dalam ilmu medis.
Dalam dunia medis, ketika seorang dokter hendak mengobati pasien, dia akan memberlakukan 3 hal:
Pertama, [حِفْظُ القُوَّة] menjaga kekuatan. Ketika mengobati pasien, dokter akan menyarankan agar pasien banyak makan yang bergizi, banyak istirahat, tenangkan pikiran, tidak lupa, sang dokter juga memberikan multivitamin. Semua ini dilakukan dalam rangka menjaga kekuatan fisik pasien.
Ibnul Qoyim menjelaskan, orang yang sakit hati, salah satu upaya yang harus dia lakukan adalah menjaga kekuatan mentalnya, dengan ilmu yang bermanfaat dan melakukan berbagai ketaatan. Hatinya harus dipaksa untuk mendengarkan nasehat dan ilmu yang bersumber dari Al-Quran dan sunah, serta fisiknya dipaksa untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Karena ilmu dan amal, merupakan nutrisi bagi hati manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis riwayat Bukhari, memisalkan ilmu sebagaimana hujan dan hati manusia sebagaimana tanah. Karena hati senantiasa butuh nutrisi berupa ilmu.
Kedua, [الحِمَايَة عَنِ الـمُؤْذِى] melindungi pasien dari munculnya penyakit yang baru atau sesuatu yang bisa memparah sakitnya.
Dalam mengobati pasien, tahapan lain yang dilakukan dokter adalah menyarankan pasien untuk menghindari berbagai pantangan sesuai jenis penyakit yang diderita pasien.
Hal yang sama juga berlaku untuk penyakit hati. Seperti yang dijelaskan Ibnul Qoyim, orang yang sakit harus menghindari segala yang bisa memperparah panyakit dalam hatinya, yaitu dengan menjauhi semua perbuatan dosa dan maksiat. Dia hindarkan dirinya dari segala bentuk penyimpangan. Karena dosa dan maksiat adalah sumber penyakit bagi hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan bagaimana bahaya dosa bagi hati manusia,
إِنَّ العَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ» {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
Sesungguhnya seorang hamba, apabila melakukan perbuatan maksiat maka akan dititikkan dalam hatinya satu titik hitam. Jika dia meninggalkan maksiat itu, memohon ampun dan bertaubat, hatinya akan dibersihakn. Namun jika dia kembali maksiat, akan ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar-raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya, (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.’ (HR. Turmudzi, Ibnu Majah dan sanadnya dinilai kuat oleh Syuaib Al-Arnauth).
Ketiga, [اِسْتِفْرَاغُ الـمَوَاد الفَاسِدَة] menghilangkan penyakit yang ada dalam dirinya
Tahapan terakhir, setelah dokter memastikan jenis penyakit yang diderita pasien, dokter akan memberikan obat untuk menyerang penyakit itu. Dokter akan memberinkan antibiotik dengan dosis yang sesuai, atau obat lainnya yang sesuai dengan penyakit pasien.
Di bagian akhir keterangannya untuk pembahasan ini, Ibnul Qoyim menjelaskan bahwa cara untuk menghilangkan penyakit yang merusak hati adalah dengan banyak bertaubat, beristighfar, memohon ampunan kepada Allah. Jika kesalahan itu harus ditutupi dengan membayar kaffarah maka dia siap membayarnya. Jika terkait dengan hak orang lain, diapun siap dengan meminta maaf kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan,
التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ، كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ
Orang yang bertaubat dari satu perbuatan dosa, seperti orang yang tidak melakukan dosa itu. (HR. Ibn Majah).
Karena dengan taubat, berarti dia menghilangkan penyakit hati berupa dosa dalam dirinya.
Jamaah yang kami hormati,
Obat yang diberika seorang dokter akan berbeda-beda sesuai dengan jenis dan tingkat penyakit yang diderita pasien.
Dokter akan memberikan penanganan lebih, ketika sakit yang diderita pasien cukup parah, bahkan sampai harus rawat inap di ICU atau bahkan CCU. Dengan rentang waktu berbeda-beda, atau bahkan pemberian obat tanpa batas waktu. Termasuk treatment operasi dan ampuntasi.
Sama halnya dengan mereka yang sakit hatinya. Jika penyakit yang diderita sangat parah, karena pelanggaran yang dilakukan adalah dosa besar, syariat memberikan treatment sampai pada taraf hukuman had, seperti cambuk, potong tangan, pengasingan, qishas, denda, hingga rajam.
Sebagaimana anda tidak dibenarkan untuk menuduh dokter kejam karena melakukan bedah operasi atau amputasi. Anda juga sangat tidak dibenarkan mengatakan islam kejam karena memberikan hukuman kematian.
Allahu a’lam.
Semoga Allah melindungi kita dari segala penyakit hati yang berbahaya, dan menjadikan hati kita, hati yang sehat, yang bisa merasakan lezatnya iman, islam, dan amal soleh.
Amiin..
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Minggu, 22 Mei 2016

Kalau Tidak Ke TPQ Kemana Anak Anda Akan Belajar Al-Qur'an?

Orang tua mana yang tidak bangga jika memiliki anak sholeh/ah yang taat pada Allah dan berbakti pada kedua orang tuanya. Tapi sayangnya mendidik anak agar menjadi anak sholeh/ah bukan pekerjaan mudah bagi orang tua saat ini. Para orang tua dituntut untuk mencurahkan perhatian dan pengorbanannya demi si buah hati tercinta.
 
Lahirnya seorang anak sholeh/ah bukan tiba-tiba saja muncul, tapi perlu ada pendidikan dan penanaman sejak usia dini. Ibarat tumbuhan, seorang anak perlu dirawat dan dijaga dengan baik. Semakin baik perawatan kita tentu akan semakin baik pula hasilnya. Salah satu yang seharusnya ditanamkan oleh para orang tua, sebagai bentuk penjagaan adalah bekal-bekal Al Qur’an. Al Qur’an adalah bekal utama yang tidak boleh ditinggalkan oleh para orang tua saat ini. Tanpa bekal Al Qur’an mustahil kita akan mampu mendidik anak kita menjadi anak yang sholeh/ah, sebab Islam memandang bahwa faktor yang menentukan seorang anak dikatakan sholeh/ah, dirinya memiliki bekal Al Qur’an. 
Hari ini, kita banyak jumpai anak muslim di kampung-kampung yang tidak memiliki bekal Al Qur’an bahkan ironisnya lagi tidak sedikit yang tidak bias membaca Al-Qur’an. 
 
Tidak adanya bekal Al Qur’an tersebut kebanyakan bukan karena anaknya malas untuk belajar atau karena orang tua yang enggan membekali anaknya, tapi lebih pada tidak adanya tempat untuk bisa membekali Al Qur’an (semacam TPA/TPQ). Hari ini TPA/TPQ masih tetap menjadi harapan dan tumpuan oleh kebanyakkan para orang tua saat ini khususnya yang minim ilmu dan harta. Hari ini TPA/TPQ di masjid kampung dinantikan dan diharapkan kiprahnya oleh mayoritas jama’ah dan masyarakat sekitar masjid. Akan tetapi, sekalipun TPA/TPQ di masjid kampung sangat urgen untuk membekali Al Qur’an bagi anak-anak saat ini, sayangnya tidak semua orang tua menaruh harapan terhadap TPA/TPQ. Biasanya orang tua yang cukup ilmu dan mapan hidupnya (tingkat sosial menengah ke atas), tidak terlalu mengharapkan TPA/TPQ untuk membekali anak-anak mereka dengan Al Qur’an, mungkin mereka berpandangan bahwa bekal Al Qur’an masih bisa diberikan pada anak-anak mereka dengan cara dipondokpesantrenkan atau di sekolah fullday schoolkan (yang sudah meliputi bekal Al Qur’an), walaupun harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Dan kebetulan sekali, para orang tua yang tidak terlalu berharap pada TPA/TPQ justru kebanyakan didominasi kalangan pengurus masjid hari ini. Jika anda tidak percaya, coba anda cermati dengan baik, rata-rata pengurus masjid adalah orang yang secara ekonomi telah mapan, kemudian jika di lihat dari pendidikan anak-anak/keturunannya, kebanyakan mereka tidak tergantung dengan TPA/TPQ. Yang jadi pertanyaan adalah, mungkinkah jika orang yang tidak terlalu berharapan terhadap TPA’TPQ (sebagai sarana untuk membekali Al Qur’an untuk anak-anak) bisa peduli dan memperjuangkan nasib TPA/TPQ dengan baik dan sungguh-sungguh? Jawabannya sudah pasti tidak mungkin. Pembaca sekalian, inilah barangkali sebabnya mengapa TPA/TPQ tidak bisa berjalan dengan baik di masjid kita hari ini.Dan seakan-akan tidak ada kesungguhan untuk menghidupkan dan menjalankan TPA/TPQ kembali dengan baik dan profesional.
 
Maka dari itu, jika masjid peduli dengan kepentingan jama’ah atau masyarakat muslim di sekitar masjid (yang mengalami kesulitan dalam memberikan bekal pengajaran Al Qur’an pada anak-anak mereka) tentu pengurus masjid akan memberikan perhatian lebih pada TPA/TPQ hari ini, bahkan jika perlu berkorban apapun asal TPA/TPQ bisa berjalan dengan baik, sehingga jama’ah merasakan manfaatnya, khususnya pada anak-anak mereka. Mari coba kita renungkan baik-baik, jika kita selaku orang tua begitu bersemangatnya beribadah di masjid (untuk mencari bekal akhirat), kita begitu rajin infaq ditiap jum’atan (walau kebanyakan hanya sekedar dikumpulkan saja), kita begitu peduli dengan berbagai kegiatan masjid. Tapi perlu anda ingat, bahwa semua itu kembali pada diri anda selaku pribadi muslim/orang tua. Lalu, mana yang kembali kepada anak-anak anda, walau hanya dalam wujud pengajaran Al Qur’an (di TPA/TPQ)? Sementara anda tidak mampu mengajarkan Al Qur’an sendiri ?
Wal hasil, inilah kenyataannya jika masjid tidak peduli dengan TPA/TPQ, anak-anak di sekitar masjid tidak mendapatkan manfaat dari masjidnya, kalaupun ada pengajaran Al Qur’an biasanya hanya di bulan Ramadhan semata. Yang jadi pertanyaan kita kembali, apa mungkin mendidik anak-anak kita dengan Al Qur’an hanya mengandalkan bulan Ramadhan ?
Maka, jika ada masjid yang TPA/TPQ nya saja tidak berjalan, atau berjalan tapi asal jalan semata, hal ini menunjukkan kegagalan pengurus masjidnya, tapi sayangnya pengurus masjid hari ini banyak yang merasa tidak pernah gagal menjadi pengurus masjid. orang tuanya. Tapi sayangnya mendidik anak agar menjadi anak sholeh/ah bukan pekerjaan mudah bagi orang tua saat ini. Para orang tua dituntut untuk mencurahkan perhatian dan pengorbanannya demi si buah hati tercinta. Lahirnya seorang anak sholeh/ah bukan tiba-tiba saja muncul, tapi perlu ada pendidikan dan penanaman sejak usia dini. Ibarat tumbuhan, seorang anak perlu dirawat dan dijaga dengan baik. Semakin baik perawatan kita tentu akan semakin baik pula hasilnya. Salah satu yang seharusnya ditanamkan oleh para orang tua, sebagai bentuk penjagaan adalah bekal-bekal Al Qur’an. Al Qur’an adalah bekal utama yang tidak boleh ditinggalkan oleh para orang tua saat ini. Tanpa bekal Al Qur’an mustahil kita akan mampu mendidik anak kita menjadi anak yang sholeh/ah, sebab Islam memandang bahwa faktor yang menentukan seorang anak dikatakan sholeh/ah, dirinya memiliki bekal Al Qur’an.
 
Hari ini, kita banyak jumpai anak muslim di kampung-kampung yang tidak memiliki bekal Al Qur’an. Tidak adanya bekal Al Qur’an tersebut kebanyakan bukan karena anaknya malas untuk belajar atau karena orang tua yang enggan membekali anaknya, tapi lebih pada tidak adanya tempat untuk bisa membekali Al Qur’an (semacam TPA/TPQ). Hari ini TPA/TPQ masih tetap menjadi harapan dan tumpuan oleh kebanyakkan para orang tua saat ini khususnya yang minim ilmu dan harta. Hari ini TPA/TPQ di masjid kampung dinantikan dan diharapkan kiprahnya oleh mayoritas jama’ah dan masyarakat sekitar masjid. Akan tetapi, sekalipun TPA/TPQ di masjid kampung sangat urgen untuk membekali Al Qur’an bagi anak-anak saat ini, sayangnya tidak semua orang tua menaruh harapan terhadap TPA/TPQ. Biasanya orang tua yang cukup ilmu dan mapan hidupnya (tingkat sosial menengah ke atas), tidak terlalu mengharapkan TPA/TPQ untuk membekali anak-anak mereka dengan Al Qur’an, mungkin mereka berpandangan bahwa bekal Al Qur’an masih bisa diberikan pada anak-anak mereka dengan cara dipondokpesantrenkan atau di sekolah fullday schoolkan (yang sudah meliputi bekal Al Qur’an), walaupun harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Dan kebetulan sekali, para orang tua yang tidak terlalu berharap pada TPA/TPQ justru kebanyakan didominasi kalangan pengurus masjid hari ini. Jika anda tidak percaya, coba anda cermati dengan baik, rata-rata pengurus masjid adalah orang yang secara ekonomi telah mapan, kemudian jika di lihat dari pendidikan anak-anak/keturunannya, kebanyakan mereka tidak tergantung dengan TPA/TPQ. Yang jadi pertanyaan adalah, mungkinkah jika orang yang tidak terlalu berharapan terhadap TPA’TPQ (sebagai sarana untuk membekali Al Qur’an untuk anak-anak) bisa peduli dan memperjuangkan nasib TPA/TPQ dengan baik dan sungguh-sungguh? Jawabannya sudah pasti tidak mungkin.
 
Pembaca sekalian, inilah barangkali sebabnya mengapa TPA/TPQ tidak bisa berjalan dengan baik di masjid kita hari ini.Dan seakan-akan tidak ada kesungguhan untuk menghidupkan dan menjalankan TPA/TPQ kembali dengan baik dan profesional. Maka dari itu, jika masjid peduli dengan kepentingan jama’ah atau masyarakat muslim di sekitar masjid (yang mengalami kesulitan dalam memberikan bekal pengajaran Al Qur’an pada anak-anak mereka) tentu pengurus masjid akan memberikan perhatian lebih pada TPA/TPQ hari ini, bahkan jika perlu berkorban apapun asal TPA/TPQ bisa berjalan dengan baik, sehingga jama’ah merasakan manfaatnya, khususnya pada anak-anak mereka.
 
Mari coba kita renungkan baik-baik, jika kita selaku orang tua begitu bersemangatnya beribadah di masjid (untuk mencari bekal akhirat), kita begitu rajin infaq ditiap jum’atan (walau kebanyakan hanya sekedar dikumpulkan saja), kita begitu peduli dengan berbagai kegiatan masjid. Tapi perlu anda ingat, bahwa semua itu kembali pada diri anda selaku pribadi muslim/orang tua. Lalu, mana yang kembali kepada anak-anak anda, walau hanya dalam wujud pengajaran Al Qur’an (di TPA/TPQ)? Sementara anda tidak mampu mengajarkan Al Qur’an sendiri ? Wal hasil, inilah kenyataannya jika masjid tidak peduli dengan TPA/TPQ, anak-anak di sekitar masjid tidak mendapatkan manfaat dari masjidnya, kalaupun ada pengajaran Al Qur’an biasanya hanya di bulan Ramadhan semata.
 
Yang jadi pertanyaan kita kembali, apa mungkin mendidik anak-anak kita dengan Al Qur’an hanya mengandalkan bulan Ramadhan ? Maka, jika ada masjid yang TPA/TPQ nya saja tidak berjalan, atau berjalan tapi asal jalan semata, hal ini menunjukkan kegagalan pengurus masjidnya, tapi sayangnya pengurus masjid hari ini banyak yang merasa tidak pernah gagal menjadi pengurus masjid. (Abu Muttatiar From khoirotunhisan/TPQ Sabili)

Selasa, 10 Mei 2016

Peresmian Gedung Taman Pendidikan Al-Qu'an (TPQ) Miftahul Huda Masjid Al-Hidayah Jenggrik

TPQ Miftahul Huda Masjid Al-Hidayah Jenggri Desa Krowe Kecamatan Lembeyan yang didirikan pada tahun 2012 merupakan sebuah lembaga pendidikan non formal untuk menciptakan generasi Qur’ani yang berakhlakul karimah serta mewujudkan santri yang beriman & bertaqwa kepada Allah SWT, disamping untuk membentuk santri yang cerdas  serta terampil dalam membaca dan menulis Al-Qur’an.



        Seiring dengan jumlah santri yang selalu bertambah dari tahun ketahun, bukan hanya  dibutuhkan proses belajar mengajar yang memadai tapi juga dibutuhkan fasilitas ruang belajar yang representatif untuk mewujudkan sebuah lembaga pendidikan yang ideal dengan sarana dan prasarana pendukungnya tentunya merupakan tanggungjawab kita bersama sebagai muslim-muslimah.



         Alhamdulillah, atas Rahmat Allah Swt kita dapat meresmikan pemakaian gedung TPQ Miftahul Huda Masjid Al-Hidayah Jenggrik Desa Krowe Kecamatan Lembeyan pada tahun ini (05 Mei 2016) dengan semangat kebersamaan dari Takmir Masjid Al-Hidayah, para pengurus TPQ, Ustad Ustadzah, para wali santri dan para Donatur.



Bahwa semua yang ada di TPQ Miftahul Huda itu adalah milik masyarakat muslim sehingga dengan adanya rasa memilki yang timbul dari masyarakat sendiri, baik sebagai Takmir masjid, Pengurus, Pengajar, Wali santri, Donatur dan masyarakat muslim di sekitarnya, yang insyaAllah menjadi amal soleh dan jariyah yang senantiasa mengalir seiring dengan manfaat ilmu Al-Qur’an dan akhlakul karimah para santri.

            Pendidikan Islam yang berbasis Al-Qur’an sangatlah penting dalam suatu kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, sifatnya mutlak dalam kehidupan seseorang, keluarga maupun bangsa, dan Negara. Mengingat pentingnya pendidikan qur’ani bagi kehidupan, maka kita semua harus wewujudkan keberlangsungan TPQ Miftahul Huda dengan sebaik-baiknya sehingga memperoleh hasil yang diharapkan.



Kami segenap Pengurus TPQ Miftahul Huda Jazaakumullah khoiron katsiiro kepada:

para donatur pembangunan gedung TPQ Miftahul Huda, para pengurus TPQ Miftahul Huda, Ustad-Ustadzah, Bapak/ Ibu Wali santri, para pemimpin dan masyarakat muslim  di lingkungan masjid Al-Hidayah, dll yang telah memberikan dukungan untuk pembangunan Gedung TPQ Miftahul Huda baik dengan tenaganya, hartanya, fikiranya maupun do’anya.

Semoga Allah SWT membalas amal jariyah Bapak/Ibu/Sdr. dengan limpahan rahmat, karunia, pahala serta rizqi yang berlimpah.