Nabi Khidir ditugaskan membimbing Nabi Musa yang hidup dizamannya,
sebagaimana kita sekarang wajib menyampaikan dakwah kepada orang lain
disekeliling kita. Beliau tidak dikurniakan Mukjizat seperti Nabi Musa
sebaliknya diajarkan ilmu secara Laduni.
Hal ini turut dimiliki Para Wali Allah dan Alim Ulama yang dianugerahkan Allah Ilmu Makrifat serta Kasyaf. Golongan ini selalu berhati-hati untuk tidak membusungkan dada dengan Ilmu yang mereka miliki. Sifat Warak dan merendah diri pada beliau inilah yang diamalkan oleh para Wali Allah seperti Syekh Abdul Qadir Jailani yang namanya senantiasa disebut-sebut sampai hari ini walaupun telah wafat ribuan tahun yang lampau.
Hal ini turut dimiliki Para Wali Allah dan Alim Ulama yang dianugerahkan Allah Ilmu Makrifat serta Kasyaf. Golongan ini selalu berhati-hati untuk tidak membusungkan dada dengan Ilmu yang mereka miliki. Sifat Warak dan merendah diri pada beliau inilah yang diamalkan oleh para Wali Allah seperti Syekh Abdul Qadir Jailani yang namanya senantiasa disebut-sebut sampai hari ini walaupun telah wafat ribuan tahun yang lampau.
Salah satu kisah Al-Quran yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan
misteri, kisah seorang hamba yang Allah SWT memberinya rahmat dari
sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Yang mana kisah tersebut terdapat dalam
surah al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa,
yaitu:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: Aku tidak akan
berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau
aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun." (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahwa Musa telah bertekad untuk
meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau
mampu mencapai majma al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Seandainya
tempat itu harus disebutkan niscaya Allah SWT akan rnenyebutkannya.
Namun Al-Quran al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu,
sebagaimana Al-Quran tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga,
Al-Quran tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam
kisah itu karena adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak
mengetahuinya.
Kisah tersebut berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki,
karena biasanya ilmu yang kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab
tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu para nabi karena
biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang berhadapan
dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan
dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian
tabir yang tebal. Di samping itu, bahkan Al-Quran sengaja menyembunyikan
pahlawan dari kisah ini.
Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
"Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah
Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami
ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."(QS. al-Kahfi: 65)
Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud,
yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa AS agar ia dapat belajar
darinya. Nabi Musa adalah seorang yang diajak bebicara langsung oleh
Allah SWT dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul.
Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan
seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara.
Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang
sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di
tengah-tengah belajarnya itu yang didalam hadis yang suci disebutkan
bahwa ia adalah Khidir as.
Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah SWT
tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula
Khidir menolak ditemani oleh Musa.
Khidir memberitahu Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar
bersamanya. Akhirnya, Khidir mau ditemani oleh Musa tapi dengan syarat,
hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga
Khidir menceritakan kepadanya.
Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak berbicara dan
gerak-geriknya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Musa.
Sebagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap
sebagai kejahatan di mata Musa; sebagian tindakan Khidir yang lain
dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki arti apa pun; dan tindakan
yang lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang.
Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa
namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat
perilaku hamba yang mendapatkan karunia ilmunya dari sisi Allah SWT.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi
ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bagian dari
hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para
nabi pun sulit memahaminya. Kisah ini menunjukam bahwa adanya
hamba-hamba Allah SWT yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para
nabi dan para syuhada "cemburu" dengan ilmu mereka.
Kisah ini di awali pada saat Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah
Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT dan
menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Setelah beliau
menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya:"Apakah
ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?"
Dengan nada emosi, Musa menjawab: "Tidak ada." Allah SWT tidak setuju
dengan jawaban Musa.
Lalu Allah SWT mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya: "Wahai Musa,
tidakkah engkau mengetahui di mana Allah SWT meletakkan ilmu-Nya?"
Musa mengetahui bahwa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan.
Jibril kembali berkata kepadanya: "Sesungguhnya Allah SWT mempunyai
seorang hamba yang berada di majma al-Bahrain yang ia lebih alim
daripada kamu."
Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim
itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di
keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat
itulah Musa akan menemui hamba yang alim. Akhirnya, Musa sampai di
tempat di mana ikan itu melompat. Di sanalah mereka mendapatkan seorang
lelaki yang dijelaskan oleh Al-Quran:
"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba -hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi
Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. "
Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu
terfokus pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal
yang bersifat fisik atau lahiriah. Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua
buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat
mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh,
berkatalah Musa kepada muridnya: Bawalah kemari makanan kita;
sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan hita ini. Muridnya
menjawab: Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu
tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan
tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan
ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali. Musa
berkata: Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba
di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat
dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi
Kami. "(QS. al-Kahfi: 61-65)
Firman Allah SWT dalam surah al-Kahfi:
"Musa berkata kepadanya: Bolehkah aku mengikutimu
supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu
yang telah diajarkan kepadamu ? Dia menjawab: Sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat
sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang hal itu? Musa berkata: Insya Allah kamu akan mendapati aku
sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu
urusan pun. Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu
menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri
menerangkannya kepadamu." (QS. al-Kahfi: 66-70)
Allah SWT berfirman:
"Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya.
Musa berkata: Mengapa kamu melobangi perahu itu yang
akibatnya hamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah
berbuat sesuatu kesalahan yang besar.
Dia (Khidir) berkata: Bukankah aku telah berkata: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.
Musa berkata: Janganlah kamu menghukum aku karena
kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan
dalam urusanku.
Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya.
Musa berkata: Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih
itu, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah
melakukan suatu yang mungkar.
Khidir berkata: Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?
Musa berkata: Jika aku bertanya kepadamu tentang
sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku
menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya
sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk
negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka,
kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu.
Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.
Khidir berkata: Inilah perpisahan antara aku dengan
kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang
kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang
miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu,
karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap
bahtera.
Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah
orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong orang
tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.
Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti
bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan
lebih dalam dari kasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya).
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim
di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka
berdua, sedang ayahnya seseorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki
supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya
itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu
menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." (QS.
al-Kahfi: 71-82)
Hamba saleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya
bahwa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia
memberitahunya bahwa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di
balik itu terdapat rahmat yang besar.
Demikianlah bahwa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan
sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang
lahirnya baik temyata justru di balik itu terdapat keburukan. Mula-mula
Nabi Allah SWT Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah SWT
tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah SWT itu
menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah SWT
yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar