Pada masa Rasulullah Saw, di Yaman hidup pemuda miskin bernama Uwais al
Qarni. Ia yatim dan tak punya sanak family kecuali ibunya yang telah
renta, lumpuh, dan buta. Untuk mencukupi hidup sehari-hari, Uwais
bekerja menggembala kambing. Bila ada tambahan rizki, ia gunakan untuk
membantu tetangganya yang juga serba kekurangan. Meski sibuk bekerja dan
merawat ibunya, ia selalu gigih beribadah, berpuasa di siang hari dan
bermunajat di malam harinya.
Uwais memeluk Islam pada awal negerinya mendengar seruan Muhammad. Banyak tetangganya, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Rasulullah Saw secara langsung. Dan kembali dengan memperbarui rumah tangga mareka dengan cara Islami.
Setiap melihat orang datang dari Madinah (Bertemu Rasulullah Saw), hati Uwais merasa sedih, karena rasa cinta dan rindu pada Rasulullah Saw yang belum pernah sekalipun ia jumpai. Tapi apa daya, ia tak punya cukup bekal kerena kemiskinannya, dan berat meninggalkan sang ibu yang telah renta.
Kerinduan, membuat hasrat untuk bertemu tak dapat diredam. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mengeluarkan isi hati dan memohon izin agar diperkenankan mengunjungi Rasulullah Saw kepada Ibunya.
Sang ibu, yang terharu mendengar permohonan anaknya dan memaklumi perasaan Uwais akhirnya mengijinkan. Dengan gembira Uwais berkemas. Tak lupa ia menyiapkan keperluan ibunya serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Setibanya Uwais di Madinah, ia segera ke rumah Rasulullah Saw. Namun ternyata Rasulullah tidak berada di rumah tetapi berada di medan perang.
Kecewa hati Uwais. Ingin sekali ia menunggu Rasulullah Saw. Tapi ia teringat pesan ibunya, agar segera pulang. Uwais pun pulang, dengan terlebih dulu menitipkan salam untuk Rasulullah Saw.
Sepulang dari perang, Rasulullah Saw menanyakan perihal Uwais kepada Aisyah ra. Rasulullah berkata bahwa Uwais adalah anak yang taat kepada Ibunya. Ia tidak dikenal.
Penduduk bumi tapi sangat dikenal penduduk langit.
Rasulullah Saw bersabda kepada shahabat Ali ra dan Umar ra, “Ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya, apabila kalian bertemu dengannya, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan penghuni bumi.”
Tahun terus berjalan, Rasulullah Saw wafat, hingga masa kekhalifahan Umar ra. Umar ra teringat sabda Rasulullah Saw tentang Uwais al Qarni, sang penghuni langit. Bersama Ali ra, ia pun mencarinya. Sewaktu bertemu dan bersalaman, Khalifah Umar membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan sabda Rasulullah Saw. Lalu khalifah Umar ra dan Ali ra memohon agar Uwais berkenan mendoakan mereka. Uwais enggan dan berkata, “Sayalah yang harus meminta doa kepada kalian”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar.
Khalifah Umar pun hendak menyumbangkan uang dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya, namun ditolak oleh Uwais, “Hamba mohon, hari ini saja saya diketahui orang. Selanjutnya biarlah saya yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar meninggalnya Uwais. Anehnya, banyak hal mengherankan di setiap proses menjelang pemakaman (Memandikan, mengkafani, menyolatkan, penggali kubur, pengusungan jenazah), hingga pemakamannya. Selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakan setiap prosesnya. Orang –luar biasa banyak- dan tak dikenal oleh para penduduk Yaman berebut mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Meninggalnya Uwais al Qarni menggemparkan masyarakat Yaman, hingga para penduduk saling bertanya-tanya, “Siapa sebenarnya engkau wahai Uwais al Qarni?”
Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Ia sangat mencintai Rasulullah Saw, meneladaninya, taat dan berbakti kepada sang Ibu, dan ahli sedekah meski kesempitan. Dialah, Uwais al Qarni. Tak dikenal di bumi tapi sangat terkenal di langit.
Uwais memeluk Islam pada awal negerinya mendengar seruan Muhammad. Banyak tetangganya, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Rasulullah Saw secara langsung. Dan kembali dengan memperbarui rumah tangga mareka dengan cara Islami.
Setiap melihat orang datang dari Madinah (Bertemu Rasulullah Saw), hati Uwais merasa sedih, karena rasa cinta dan rindu pada Rasulullah Saw yang belum pernah sekalipun ia jumpai. Tapi apa daya, ia tak punya cukup bekal kerena kemiskinannya, dan berat meninggalkan sang ibu yang telah renta.
Kerinduan, membuat hasrat untuk bertemu tak dapat diredam. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mengeluarkan isi hati dan memohon izin agar diperkenankan mengunjungi Rasulullah Saw kepada Ibunya.
Sang ibu, yang terharu mendengar permohonan anaknya dan memaklumi perasaan Uwais akhirnya mengijinkan. Dengan gembira Uwais berkemas. Tak lupa ia menyiapkan keperluan ibunya serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Setibanya Uwais di Madinah, ia segera ke rumah Rasulullah Saw. Namun ternyata Rasulullah tidak berada di rumah tetapi berada di medan perang.
Kecewa hati Uwais. Ingin sekali ia menunggu Rasulullah Saw. Tapi ia teringat pesan ibunya, agar segera pulang. Uwais pun pulang, dengan terlebih dulu menitipkan salam untuk Rasulullah Saw.
Sepulang dari perang, Rasulullah Saw menanyakan perihal Uwais kepada Aisyah ra. Rasulullah berkata bahwa Uwais adalah anak yang taat kepada Ibunya. Ia tidak dikenal.
Penduduk bumi tapi sangat dikenal penduduk langit.
Rasulullah Saw bersabda kepada shahabat Ali ra dan Umar ra, “Ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya, apabila kalian bertemu dengannya, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan penghuni bumi.”
Tahun terus berjalan, Rasulullah Saw wafat, hingga masa kekhalifahan Umar ra. Umar ra teringat sabda Rasulullah Saw tentang Uwais al Qarni, sang penghuni langit. Bersama Ali ra, ia pun mencarinya. Sewaktu bertemu dan bersalaman, Khalifah Umar membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan sabda Rasulullah Saw. Lalu khalifah Umar ra dan Ali ra memohon agar Uwais berkenan mendoakan mereka. Uwais enggan dan berkata, “Sayalah yang harus meminta doa kepada kalian”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdoa dan membacakan istighfar.
Khalifah Umar pun hendak menyumbangkan uang dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya, namun ditolak oleh Uwais, “Hamba mohon, hari ini saja saya diketahui orang. Selanjutnya biarlah saya yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar meninggalnya Uwais. Anehnya, banyak hal mengherankan di setiap proses menjelang pemakaman (Memandikan, mengkafani, menyolatkan, penggali kubur, pengusungan jenazah), hingga pemakamannya. Selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakan setiap prosesnya. Orang –luar biasa banyak- dan tak dikenal oleh para penduduk Yaman berebut mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Meninggalnya Uwais al Qarni menggemparkan masyarakat Yaman, hingga para penduduk saling bertanya-tanya, “Siapa sebenarnya engkau wahai Uwais al Qarni?”
Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Ia sangat mencintai Rasulullah Saw, meneladaninya, taat dan berbakti kepada sang Ibu, dan ahli sedekah meski kesempitan. Dialah, Uwais al Qarni. Tak dikenal di bumi tapi sangat terkenal di langit.
goods......
BalasHapus