Sabtu, 24 Agustus 2013

Tpq Miftahul Huda, Masjid Al-Hidayah Jenggrik Peringati Hari Kemerdekaan Dengan Berbagai Perlombaan

Alhamdulillah kemarin tanggal : 23, 24, dan 25 Agustus TPQ Miftahul Huda masjid Al-Hidayah Jenggrik desa Krowe, kecamatan Lembeyan kabupaten Magetan telah sukses melaksanakan berbagai perlombaan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan yang ke-68. 


Rame banget ternyata, puluhan anak-anak antusias untuk ikut lomba. Ibu-ibu pun juga turut menonton dan menyemangati anak-anaknya yang ikut lomba. Ada banyak lomba yang diadakan. Standar sih, mulai dari lomba makan kerupuk, balap karung, memukul air dengan mata ditutup, Tartil Al-Qur’an, mengurutkan nama nabi, bawa kelereng pake sendok, joget balon dan lain sebagainya. Pokoknya cukup seru dan lucu melihat anak-anak berjuang biar bisa menang..
Budaya seperti ini memang sebaiknya dipertahankan. Selain untuk mengenang kemerdekaan Indonesia, adanya lomba 17an juga dapat mempererat kekeluargaan antar warga. Anak-anak pun bisa mengisi liburan dengan kegiatan positif dan menyenangkan, bisa bermain-main dengan para tetangga. Disamping itu kegiatan ini juga bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan didalam belajar dan mencari ilmu setriap hari.

Banyak yang bilang kalau lomba 17 Agustus sama sekali gak ada kaitannya dengan perjuangan para pahlawan kita yang telah memperjuangkan kemerdekaan kita hingga akhirnya gugur dimedan perang. Tapi, menurut ane sangat gak bijaksana mengatakan itu semua. Karena apa? Karena kita patut untuk merayakan sebuah kemenangan, sebuah kemerdekaan, sebuah perjuangan yang akhirnya kita raih, dalam rangka mengenang jasa-jasa mereka.

Disamping tujuan-tujuan di atas perlombaan ini juga memiliki baknadan nilai yang tinggi, misalnya:
Lomba makan kerupuk,
Kerupuk terikat pada seutas tali, dan digantung yang tingginya di atas mulut peserta lomba. Aturan main, kedua tangan tidak boleh memegang tali/kerupuk, untuk itu kedua tangan disembunyikan di belakang pinggang. Hebohnya, tali gantungan kerap berayun akibat tarikan dari peserta lain. Permainan ini mengajarkan kepada kita, di jaman penjajahan dulu rakyat mengalami kesulitan sandang, pangan dan papan. Untuk makan yang paling sederhana sekali pun mengalami kesulitan, akibat hasil
panen penduduk diambil paksa oleh penguasa. Akibatnya, banyak rakyat yang kurang gizi bahkan mati kelaparan.

Lomba balap karung, Pemain masuk ke dalam karung, kemudian dengan lari dengan cara meloncat. Tidak jarang pemain terjatuh berguling-guling. Karung ini mengingatkan pada saat dijajah oleh Jepang. Sebagian besar rakyat mengalami penderitaan sangat berat, karena bahan pakaian sengaja tidak didistribusikan sehingga yang tertinggal hanyalah karung goni bekas. Kain yang berserat kasar tersebut menimbulkan gatal-gatal di kulit karena sebagai sarang kutu. Filosofi menginjak-injak karung, kita meninggalkan pakaian yang sangat tidak pantas pakai tersebut. Ada makna lain dari balap karung yaitu betapa sulitnya berlari ketika kedua kaki terkungkung di dalam karung. Seperti kungkungan penjajah terhadap kebebasan rakyat untuk kemajuan bangsa Indonesia. 
 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar