Alhamdulillah
kemarin tanggal : 23, 24, dan 25 Agustus TPQ Miftahul Huda masjid Al-Hidayah
Jenggrik desa Krowe, kecamatan Lembeyan kabupaten Magetan telah sukses
melaksanakan berbagai perlombaan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan
yang ke-68.
Rame
banget ternyata, puluhan anak-anak antusias untuk ikut lomba. Ibu-ibu pun juga
turut menonton dan menyemangati anak-anaknya yang ikut lomba. Ada banyak lomba
yang diadakan. Standar sih, mulai dari lomba makan kerupuk, balap karung, memukul
air dengan mata ditutup, Tartil Al-Qur’an, mengurutkan nama nabi, bawa kelereng
pake sendok, joget balon dan lain sebagainya. Pokoknya cukup seru dan lucu
melihat anak-anak berjuang biar bisa menang..
Budaya
seperti ini memang sebaiknya dipertahankan. Selain untuk mengenang kemerdekaan
Indonesia, adanya lomba 17an juga dapat mempererat kekeluargaan antar warga.
Anak-anak pun bisa mengisi liburan dengan kegiatan positif dan menyenangkan,
bisa bermain-main dengan para tetangga. Disamping itu kegiatan ini juga
bertujuan untuk menghilangkan kejenuhan didalam belajar dan mencari ilmu
setriap hari.
Banyak yang
bilang kalau lomba 17 Agustus sama sekali gak ada kaitannya dengan perjuangan
para pahlawan kita yang telah memperjuangkan kemerdekaan kita hingga akhirnya
gugur dimedan perang. Tapi, menurut ane sangat gak bijaksana mengatakan itu
semua. Karena apa? Karena kita patut untuk merayakan sebuah kemenangan, sebuah
kemerdekaan, sebuah perjuangan yang akhirnya kita raih, dalam rangka mengenang
jasa-jasa mereka.
Disamping
tujuan-tujuan di atas perlombaan ini juga memiliki baknadan nilai yang tinggi,
misalnya:
Kerupuk
terikat pada seutas tali, dan digantung yang tingginya di atas mulut peserta
lomba. Aturan main, kedua tangan tidak boleh memegang tali/kerupuk, untuk itu
kedua tangan disembunyikan di belakang pinggang. Hebohnya, tali gantungan kerap
berayun akibat tarikan dari peserta lain. Permainan ini mengajarkan kepada
kita, di jaman penjajahan dulu rakyat mengalami kesulitan sandang, pangan dan
papan. Untuk makan yang paling sederhana sekali pun mengalami kesulitan, akibat
hasil
panen penduduk
diambil paksa oleh penguasa. Akibatnya, banyak rakyat yang kurang gizi bahkan
mati kelaparan.
Lomba balap
karung, Pemain masuk ke dalam karung, kemudian dengan lari dengan cara
meloncat. Tidak jarang pemain terjatuh berguling-guling. Karung ini
mengingatkan pada saat dijajah oleh Jepang. Sebagian besar rakyat mengalami
penderitaan sangat berat, karena bahan pakaian sengaja tidak didistribusikan
sehingga yang tertinggal hanyalah karung goni bekas. Kain yang berserat kasar
tersebut menimbulkan gatal-gatal di kulit karena sebagai sarang kutu. Filosofi
menginjak-injak karung, kita meninggalkan pakaian yang sangat tidak pantas
pakai tersebut. Ada makna lain dari balap karung yaitu betapa sulitnya berlari
ketika kedua kaki terkungkung di dalam karung. Seperti kungkungan penjajah
terhadap kebebasan rakyat untuk kemajuan bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar