Selasa, 16 Februari 2016

Sebuah Nasehat Ibrahim Bin Adam Kepada Seseorang Yang Gemar Ma'siat

Pada suatu hari Ibrahim bin Adham didatangi oleh seorang
lelaki yang gemar melakukan maksiat. Lelaki tersebut
bernama Jahdar bin Rabi'ah. Ia meminta nasehat kepada
Ibrahim agar ia dapat menghentikan perbuatan maksiatnya.
Ia berkata, "Ya Aba Ishak, aku ini seorang yang suka
melakukan perbuatan maksiat. Tolong berikan aku cara yang
ampuh untuk menghentikannya!"
Setelah merenung sejenak, Ibrahim berkata, "Jika kau mampu
melaksanakan lima syarat yang kuajukan, aku tidak keberatan
kau berbuat dosa."
Tentu saja dengan penuh rasa ingin tahu yang besar Jahdar
balik bertanya, "Apa saja syarat-syarat itu, ya Aba Ishak?"
"Syarat pertama, jika engkau melaksanakan perbuatan
maksiat, janganlah kau memakan rezeki Allah," ucap Ibrahim.
Jahdar mengernyitkan dahinya lalu berkata, "Lalu aku makan
dari mana? Bukankah segala sesuatu yang berada di bumi ini
adalah rezeki Allah?"
"Benar," jawab Ibrahim dengan tegas. "Bila engkau telah
mengetahuinya, masih pantaskah engkau memakan rezeki-
Nya, sementara Kau terus-menerus melakukan maksiat dan
melanggar perintah-perintahnya?"
"Baiklah," jawab Jahdar tampak menyerah. "Kemudian apa
syarat yang kedua?"
"Kalau kau bermaksiat kepada Allah, janganlah kau tinggal di
bumi-Nya," kata Ibrahim lebih tegas lagi.
Syarat kedua membuat Jahdar lebih kaget lagi. "Apa? Syarat
ini lebih hebat lagi. Lalu aku harus tinggal di mana? Bukankah
bumi dengan segala isinya ini milik Allah?"
"Benar wahai hamba Allah. Karena itu, pikirkanlah baik-baik,
apakah kau masih pantas memakan rezeki-Nya dan tinggal di
bumi-Nya, sementara kau terus berbuat maksiat?" tanya
Ibrahim.
"Kau benar Aba Ishak," ucap Jahdar kemudian.
"Lalu apa syarat ketiga?" tanya Jahdar dengan penasaran.
"Kalau kau masih bermaksiat kepada Allah, tetapi masih ingin
memakan rezeki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah
tempar bersembunyi dari-Nya."
Syarat ini membuat lelaki itu terkesima. "Ya Aba Ishak, nasihat
macam apa semua ini? Mana mungkin Allah tidak melihat
kita?"
"Bagus! Kalau kau yakin Allah selalu melihat kita, tetapi kau
masih terus memakan rezeki-Nya, tinggal di bumi-Nya, dan
terus melakukan maksiat kepada-Nya, pantaskah kau
melakukan semua itu?" tanya Ibrahin kepada Jahdar yang
masih tampak bingung dan terkesima. Semua ucapan itu
membuat Jahdar bin Rabi'ah tidak berkutik dan
membenarkannya.
"Baiklah, ya Aba Ishak, lalu katakan sekarang apa syarat
keempat?"
"Jika malaikat maut hendak mencabut nyawamu, katakanlah
kepadanya bahwa engkau belum mau mati sebelum bertaubat
dan melakukan amal saleh."
Jahdar termenung. Tampaknya ia mulai menyadari semua
perbuatan yang dilakukannya selama ini. Ia kemudian berkata,
"Tidak mungkin... tidak mungkin semua itu aku lakukan."
"Wahai hamba Allah, bila kau tidak sanggup mengundurkan
hari kematianmu, lalu dengan cara apa kau dapat
menghindari murka Allah?"
Tanpa banyak komentar lagi, ia bertanya syarat yang kelima,
yang merupakan syarat terakhir. Ibrahim bin Adham untuk
kesekian kalinya memberi nasihat kepada lelaki itu.
"Yang terakhir, bila malaikat Zabaniyah hendak menggiringmu
ke neraka di hari kiamat nanti, janganlah kau bersedia ikut
dengannya dan menjauhlah!"
Lelaki itu nampaknya tidak sanggup lagi mendengar
nasihatnya. Ia menangis penuh penyesalan. Dengan wajah
penuh sesal ia berkata, "Cukup…cukup ya Aba Ishak! Jangan
kau teruskan lagi. Aku tidak sanggup lagi mendengarnya. Aku
berjanji, mulai saat ini aku akan beristighfar dan bertaubat
nasuha kepada Allah."
Jahdar memang menepati janjinya. Sejak pertemuannya
dengan Ibrahim bin Adham, ia benar-benar berubah. Ia mulai
menjalankan ibadah dan semua perintah-perintah Allah
dengan baik dan khusyu'.
Ibrahim bin Adham yang sebenarnya adalah seorang pangeran
yang berkuasa di Balakh itu mendengar bahwa di salah satu
negeri taklukannya, yaitu negeri Yamamah, telah terjadi
pembelotan terhadap dirinya. Kezaliman merajalela. Semua
itu terjadi karena ulah gubernur yang dipercayainya untuk
memimpin wilayah tersebut.
Selanjutnya, Ibrahim bin Adham memanggil Jahdar bin
Rabi'ah untuk menghadap. Setelah ia menghadap, Ibrahim pun
berkata, "Wahai Jahdar, kini engkau telah bertaubat. Alangkah
mulianya bila taubatmu itu disertai amal kebajikan. Untuk itu,
aku ingin memerintahkan engkau untuk memberantas
kezaliman yang terjadi di salah satu wilayah kekuasaanku."
Mendengar perkataan Ibrahim bin Adham tersebut Jahdar
menjawab, "Wahai Aba Ishak, sungguh suatu anugrah yang
amat mulia bagi saya, di mana saya bisa berbuat yang terbaik
untuk umat. Dan tugas tersebut akan saya laksanakan dengan
segenap kemampuan yang diberikan Allah kepada saya.
Kemudian di wilayah manakah gerangan kezaliman itu
terjadi?"
Ibrahim bin Adham menjawab, "Kezaliman itu terjadi di
Yamamah. Dan jika engkau dapat memberantasnya, maka aku
akan mengangkat engkau menjadi gubernur di sana."
Betapa kagetnya Jahdaar mendengar keterangan Ibrahim bin
Adham. Kemudian ia berkata, "Ya Allah, ini adalah rahmat-Mu
dan sekaligus ujian atas taubatku. Yamamah adalah sebuah
wilayah yang dulu sering menjadi sasaran perampokan yang
aku lakukan dengan gerombolanku. Dan kini aku datang ke
sana untuk menegakkan keadilan. Subhanallah, Maha Suci
Allah atas segala rahmat-Nya."
Kemudian, berangkatlah Jahdar bin Rabi'ah ke negeri
Yamamah untuk melaksanakan tugas mulia memberantas
kezaliman, sekaligus menunaikan amanah menegakkan
keadilan. Pada akhirnya ia berhasil menunaikan tugas
tersebut, serta menjadi hamba Allah yang taat hingga akhir
hayatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar