Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i (450 H
–505 H) atau lebih kita kenal sebagai Imam Al Ghazali atau Al Ghazali,
adalah seorang Guru Sufi, filosof dan teolog muslim Persia (Iran), yang
dikenal sebagai Algazel di dunia Barat abad Pertengahan.
Imam
Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang
terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan
manusia. Ia mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah,
sehingga ia digelar Hujjatul Islam karena kemampuannya tersebut. Ia
sangat dihormati karena keluasan ilmunya.
Banyak sekali karya besarnya,
antara lain : Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama) ygmerupakan
karyanya yang terkenal; Kimiya as-Sa’adah (Kimia Kebahagiaan); Misykah
al-Anwar ; Maqasid al-Falasifah; Tahafut al-Falasifah; Al-Mushtasfa min
`Ilm al-Ushul; Mi`yar al-Ilm;
al-Qistas al-Mustaqim serta Mihakk al-Nazar fi al-Manthiq dlsb.
Pada
suatu ketika Imam al-Ghazali menulis kitab. Pada waktu itu orang
menulis menggunakan tinta dan sebatang pena. Pena itu harus dicelupkan
dulu kedalam tinta baru kemudian dipaakai untuk menulis, jika habis di
celup lagi dan menulis lagi. Begitu seterusnya.
Ditengah
kesibukan menulis itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di
mangkuk tinta Imam al- Ghazali. Lalat itu tampaknya sedang kehausan. Ia
meminum tinta dimangkuk itu.
Melihat
lalat yang kehausan itu, Imam al-Ghazali membiarkan saja lalat itu
meminum tintanya. Lalat juga makhluk Allah yang harus diberikan kasih
sayang, pikir Al-Ghazali.
Ketika
Al-Ghazali wafat, selang beberapa hari kemudian,seorang Ulama yang
merupakan sahabat dekat beliau bermimpi. Dalam mimpi itu terjadilah
dialog. Sahabatnya itu bertanya, ” Wahai Hujattul Islam, Apa yang telah
diperbuat Allah kepadamu? “.
Al-Ghazali menjawab, ” Allah telah menempatkanku di tempat yang paling baik “.
“Gerangan
apakah sampai engkau ditempatkan Allah ditempat yang paling baik itu ?
Apakah itu karena kealimanmu dan banyaknya kitab-kitab bermanfaat yang
telah kau tulis?” tanya sahabatnya.
Al-Ghazali
menjawab, ”Tidak, Allah memberiku tempat yg terbaik, hanya karena pada
saat aku menulis aku memberikan kesempatan kepada seekor lalat untuk
meminum tintaku karena kehausan. Aku lakukan itu karena aku sayang pada
makhluk Allah. “
Sahabatku,
Dari
kisah sufi tersebut memberi kita hikmah bahwa hanya tidak ada salahnya
jika kita menolong mahluk Allah. Bayangkan hanya sekedar membiarkan
lalat yang kehausan untuk minum saja menjadikan sebab seseorang masuk
surga, apalagi memberi makan kepada sesama manusia. bersedekah bagi
sesama yang benar-benar membutuhkan.
Dalam
hadits lain, diriwayatkan bahwa Nabi bercerita ada seorang pelacur bisa
masuk Surga karena memberi minum seekor Anjing. Juga jangan remehkan
dosa kecil karena dalam hadits diriwayatkan bahwa ada seorang wanita
masuk neraka karena memelihara seekor kucing lalu mendzaliminya.
So, jangan remehkan amal kecil karena sebesar dzarroh pun akan diperhitungkan di akhirat kelak.
Allah Swt berfirman :” Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. 99: 7-8)
Sahabatku,
Kisah
di atas juga mengajari kita untuk tidak atau jangan pernah meremehkan
amalan (kebaikan) sekecil apapun, karena sesungguhnya kita tidak pernah
tahu, bisa jadi amalan yang kita anggap kecil tersebut berarti besar di
hadapan Allah Swt, dan justru amalan tersebutlah yang akan mengantarkan
kita ke Surga. Sebaliknya kita juga tidak tahu bahwa mungkin dosa (yang
dianggap kecil) bisa menjerumuskan kita ke lembah kehinaan, Neraka
Jahanam. a’udzubillahimindzalik.
Akan
tetapi, terkadang kita terlalu mengejar amal-amal besar dan meremehkan
amal kecil, padahal ketika beramal kecil seringkali kita malah bisa
sangat ikhlas.
Kebaikan
(Amal) itu tidak selalu kita menyumbang ke Masjid, tapi sekedar
menyingkirkan duri di jalanan atau sekedar memungut sampah permen,
sekedar mengucap salam kepada sesama muslim yang belum kita kenal,
sekedar senyum pada sahabat kita, tidak ada yang sia-sia. Jika kita bisa
melakukan amal-amal ringan, kenapa harus menunggu kesempatan untuk
beramal besar? Bukankah juga Allah itu menyukai amalan yang
berkelanjutan meskipun sedikit?
Boleh
jadi amalan kecil yang pernah kita lakukan adalah amalan paling ikhlas
sehingga bisa menyelamatkan kita di hari akhirat kelak. Boleh jadi
amalan kecil tsb menjadi pelindung kita dari siksa kubur, dan boleh jadi
amalan kecil tsb bisa menjadi perantara bagi dikabulkannya doa-doa
kita. Boleh jadi juga amalan kecil tersebut menjadi penghapus dosa-dosa kita.
Karena
itu marilah sejak saat ini, lakukanlah secara dawam (konsisten) suatu
amal ibadah yang kecil yang dilakukan ikhlas karena Allah Swt semata.
Allah
Swt senang terhadap amalan yang dilakukan secara dawam, dan ketika kita
berhalangan (uzur syar’i) dan kita tidak dapat melakukan amal yang
biasa kita dawamkan tersebut, Insya Allah, Allah SWT akan tetap memberi
pahala seperti kita melakukan amalan tersebut di hari lainnya.
Semoga
Allah Swt memudahkan kita dan anak2 keturunan kita untuk melakukan
amalan-amalan kecil secara dawam dan memberikan keistiqamahan kepada
kita menjalaninya dalam kehidupan ini, sehingga dapat mengundang
keridhaan dan kasih sayang dari Allah Swt, Dan semoga Allah Swt
menerima dan melipatgandakan pahala amalan2 kita baik yang kecil maupun
yang besar,. Aamiin.
Semangat
Pagi sahabatku, Selamat beraktifitas menjemput rezeki dan jangan lupa
untuk saling berlomba dalam kebaikan dan saling berpesan dalam kebenaran
dan kesabaran.
Untuk
Anda yg sedang dilanda musibah/sakit, Semoga Allah segera mengangkat
musibah/ penyakitnya dan menggantinya dgn kesehatan dan kebahagiaan.
Amin YRA
Semoga tulisan sederhana ini membawa manfaat bagi diri saya, keluarga dan kita semua. Amin YRA
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Terima kasih banyak, thank you n matur Syukran atas waktunya.
Bâraka Allâh fîkum. Amiin