Senin, 08 Oktober 2012

Keutamaaan Menuntut Ilmu

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Kaum muslimin yang kami muliakan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ… (12)

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS. Al Mujadalah: 11)
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji ilmu dan orang yang berilmu, serta menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk membekali diri mereka dengan ilmu. Bahkan setiap muslim telah diwajibkan oleh Allah untuk mempelajari ilmu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 224, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan keutamaan menuntut ilmu sangatlah banyak. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقاً يَبْتَغِي فِيْهِ عِلْماً سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَريْقاً إِلَى الجَنَّةِ،
وَإنَّ المَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضاً بِمَا يَصْنَعُ،
وَإنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّماوَاتِ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ حَتَّى الْحِيْتَانُ فِي الْمَاءِ،
وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ،
وَإنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، وَإنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يَوَرِّثُوْا دِيْنَاراً وَلاَ دِرْهَماً
وَإنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بحَظٍّ وَافِرٍ.

“Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya –dengan hal itu- Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga. Dan sesungguhnya para malaikat akan membentangkan sayap-sayap mereka kepada pencari ilmu sebagai keridhaan atas apa yang ia perbuat. Dan sesungguhnya penghuni langit dan di bumi, sampai ikan-ikan di laut pun memohonkan ampun untuk orang-orang yang berilmu. Dan sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas semua bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 3641 dan ini adalah lafazhnya. Diriwayatkan juga oleh at-Tirmidzi, no. 3641; Ibnu Majah, no. 223; Ahmad 4/196; Darimi, 1/98. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 2/470, hadits no. 1388)
Memahami Agama, Tanda kebaikan Seorang Muslim
Diriwayatkan dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, niscaya Allah akan menjadikannya faqih (faham) tentang agamanya.” (Hadits Shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 2948 dan Muslim, no. 1037).
Hadits yang mulia ini menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama dan keutamaan yang besar bagi orang yang mempelajarinya. An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu (agama) dan keutamaan mempelajarinya serta anjuran untuk menuntut ilmu.” (Syarah Shahih Muslim 7/128)
Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat keterangan yang jelas tentang keutamaan orang-orang yang berilmu di atas semua manusia, dan keutamaan mempelajari ilmu agama di atas ilmu-ilmu lainnya.” (Fathul Baari 1/165).
Ilmu yang disebutkan keutamaannya dan dipuji oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shalallahualaihi wa sallam adalah ilmu agama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Telah diketahui bahwa ilmu yang diwariskan oleh para Nabi adalah ilmu syari’at Allah ‘Azza wa Jalla, bukan lainnya. Sehinga para Nabi tidaklah mewariskan ilmu tekhnologi dan yang berkaitan dengannya kepada manusia.” (Dikutip dari Kitabul ilmi, hal. 11, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin).
Binatang Pun Allah Muliakan Dengan Sebab Ilmu
Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan hewan buruan yang ditangkap dengan bantuan anjing yang terlatih. Namun Allah menjadikan hewan buruan yang ditangkap oleh anjing tidak terlatih sebagai bangkai yang haram dimakan. Hal ini menunjukkan kemuliaan ilmu, sebab hanya yang ditangkap oleh anjing terlatih saja yang halal dimakan. Sebaliknya, hasil buruan dari anjing yang tidak terlatih haram dimakan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَسْأَلُوْنَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ
وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِيْنَ تُعَلِّمُوْنَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللهُ
فَكُلُوْا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللهَ
إِنَّ اللهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ (4)

“Mereka menanyakan kepadamu: Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.” (QS. Al-Maidah: 04)
Seandainya bukan karena keistimewaan dan kemuliaan ilmu, pasti hasil buruan anjing yang terlatih sama hukumnya dengan anjing yang tak terlatih.

Nasehat Ulama tentang Ilmu
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ اْلأَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

“Barangsiapa yang menghendaki dunia, hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki akherat, hendaknya dia berilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki keduanya (dunia dan akherat), maka hendaknya dia berilmu.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah juga mengatakan, “Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah”. (Shahih Jami’ Al-Bayan 31/48, Hilyatul Auliya’ 9/119).
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah mengatakan, “Tidak ada suatu amal perbuatan yang lebih utama daripada menuntut ilmu kalau ia niatnya benar”. (Miftah Daaris Saa’dah I/212).
Mu’adz bin Jabal radhiallahuanhu mengatakan, “Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya mempelajari ilmu merupakan karena Allah adalah takwa kepada-Nya, mencarinya adalah ibadah, mengkajinya adalah tasbih, menelitinya adalah jihad dan mengajarkan kepada orang yang tidak mengetahui adalah sedekah.” Beliau juga mengatakan, “Ilmu adalah penghibur hati di saat sendiri dan sahabat karib di saat sunyi.”
Ali bin Abi Tholib radhiyallahuanhu mengatakan, “Ilmu itu lebih baik daripada harta, sebab ilmu akan selalu menjagamu, sedangkan engkau yang selalu menjaga harta.” (Faqih wal Mutafaqqih 1/50, Ittiba’ milik Ibnu Abdil ’Izz hal. 86, Bidayah wa Nihayah 9/47 dan I’tishom 2/358).
Imam Ahmad bin Hambal rohimahulloh berkata, “Kebutuhan manusia terhadap ilmu itu melebihi kebutuhannya terhadap makan dan minum. Yang demikian itu karena seseorang terkadang membutuhkan makanan dan minuman sekali atau dua kali, adapun kebutuhannya terhadap ilmu itu sebanyak tarikan nafasnya”. (Tahdzib Madarijis Saalikiin, Ar-Rusydy rahimahulloh).
Hasan Al Bashri rahimahulloh mengatakan, “Beramal tanpa ilmu itu seperti berjalan di luar jalurnya. (Apabila seseorang) beramal tanpa ilmu maka kerusakan yang ditimbulkan itu lebih banyak daripada kebaikan yang diraih. Maka carilah ilmu dengan tidak mengganggu ibadah, dan beribadahlah dengan tidak mengganggu mencari ilmu. (Miftaah Daaris Sa’aadah 1/83, Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh).
Abu Darda radhiyallahu ‘anhu berpesan, “Jadilah alim (orang yang berilmu), muta’allim (orang yang menuntut ilmu), mustami’ (orang yang mendengar ilmu), atau muhibb (orang yang mencintai ilmu), dan janganlah menjadi orang yang kelima sehingga kamu celaka. Dia adalah orang tidak berilmu, tidak belajar, tidak mendengar, dan tidak pula mencintai orang yang berilmu.” (Al-Kabaair hal. 20, oleh Imam Adz-Dzahabi).
Demikian sedikit sajian yang dapat kami sajikan pada buletin At-Taubah edisi perdana ini. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Dan semoga Allah memberkahi usia dan amal kita semua. Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar